Nama :
Dendy Bahaja M
NPM :
21211833
Kelas :
4EB22
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta dengan mencurahkan segala kemampuan
yang ada pada diri penulis, maka akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Kasus Kredit Macet Rp 33,5 Miliar, Pegawai BRI Ditahan.” Maksud
dan tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sofstkill
(Akuntansi Internasional). Tanpa bantuan dan dukungan moril ataupun material
dari berbagai pihak, maka penulisan ilmiah ini tidak mungkin terselesaikan,
untuk itu dengan segala kerendahan hati izinkanlah penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Olivia Febriya Anggarini selaku dosen mata kuliah Softskill
(Akuntansi Internasional) yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Semoga
dari adanya tugas ini dapat bermanfaat untuk kami dan untuk penambah
pengetahuan bagi pembaca.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Didalam era globalisasi ini
tuntutan terhadap pemenuhan kebutuhan dalam jasa tenaga kerja meningkat.
Beragam profesi dijadikan keahlian yang dituntut yang harus terpenuhi dalam
dunia kerja. Didalam profesi etika adanya batasan-batasan khusus sehingga harus
fokus dalam pencapaian optimal dalam suatu bidang yang dijalankan. Oleh karena
itu perlu adanya etika sebagai dasar moral yang harus diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Pengertian etika itu adalah Etika
adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan kesanggupan
seseorang secara sadar untuk diterapan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan
pengertian dari profesi adalah suatu
pekerjaan yang sedang di jalankan oleh seseorang. Sebuah etika didalam
suatu profesi itu merupakan peran penting dalam kebenaran dan kejujuran atas
apa yang sedang disedang dilakukan dalam suatu kegiatan.
Tetapi ada saja kasus-kasus penyimpangan kode etik yang kian banyak
terjadi. Padahal sudah dijabarkan secara jelas mengenai kode etik dalam suatu
profesi yang telah disepakati. Salah satu contoh kasus etika profesi adalah
Kasus Kredit Macet Rp 33,5 Miliar, Pegawai BRI ditahan.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
(BRI atau Bank BRI) adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar di
Indonesia. Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto,
Jawa Tengah oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche
Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau "Bank Bantuan dan Simpanan
Milik Kaum Priyayi Purwokerto", suatu lembaga keuangan yang melayani
orang-orang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Lembaga tersebut berdiri tanggal
16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas, maka penulis membahas masalah
mengenai :
1.
Bagaimana opini penulis terhadap masalah yang terjadi pada Kasus Kredit
Macet BRI Cabang Jawa Timur 2007?
2.
Etika profesi apa yang dilanggar pada Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jawa
Timur 2007?
1.3
Batasan Masalah
Dalam makalah ini penulis membatasi
permasalahan yang akan dikemukakan agar tidak menyimpang dari pokok pembahasan,
yaitu penulis hanya membahas kasus Kredit Macet BRI Cabang Jawa Timur 2007
1.4
Tujuan Masalah
Tujuan yang dicapai dengan
dilakukan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui bagaimana opini penulis terhadap masalah yang terjadi
pada Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jawa Timur 2007?
2.
Untuk mengetahui Etika profesi apa saja yang dilanggar pada Kasus Kredit
Macet BRI Cabang Jawa Timur 2007?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Umum Kredit
Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai
hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi terbesar pada pendapatan
bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan
bank-bank di dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80%
dari total aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit yang disalurkan baik
kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di lain pihak,
penyaluran kredit mengandung resiko bisnis terbesar dalam dunia perbankan. Oleh
karena itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang sangat penting untuk
diperhatikan oleh setiap bank.
2.2
Pengertan Kredit Macet
Dalam paket kebijakan deregulasi bulan
Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank,
yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah
digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan
kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank,
karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya
kegiatan usaha bank.
Kredit macet atau problem loan adalah
kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau
unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat, 1993,
hal: 220).
Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit
macet bilamana: (Sutojo, 1997, hal: 331)
1.
Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan
kredit diragukan
2.
Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21
bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan
pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit
3.
Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah
diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN),
atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
2.3
Faktor – faktor Penyebab Munculnya Kredit Macet
Munculnya kredit bermasalah termasuk di
dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan
melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak
kreditur (bank) maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan
pihak kreditur adalah:
1.
Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah
digariskan;
2.
Terlalu mudah memberikan
kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar
kelayakan permintaan kredit yang diajukan.
3.
Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang
beresiko tinggi.
4.
Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang
berpengalaman.
5.
Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan
staf bagian kredit.
6.
Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank.
7.
Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit
bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur
lama.
8.
Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima debitur yang kurang
bermutu. (Sutojo, 1999, hal: 216)
Sedang faktor-faktor penyebab kredit
macet yang diakibatkan karena kesalahan pihak debitur antara lain:
1.
Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya
kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi.
2.
Adanya salah urus dalam
pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang
usaha yang mereka tangani.
3.
Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang
berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang
anggota keluarga debitur.
4.
Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain.
5.
Kesulitan likuiditas keuangan yang serius.
6.
Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan
bencana alam.
7.
Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak
akan mengembalikan kredit). (Sutojo, 1999, hal: 334)
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jawa Timur 2007
3.1.1
Kredit Macet Rp 33,5 Miliar, Pegawai BRI Ditahan
Kamis, 23 Februari 2012
TEMPO.CO, Jakarta- Kejaksaan Agung
menahan seorang mantan Account Officer Bank Rakyat Indonesia karena telah
menyetujui pengajuan kredit senilai Rp 33,5 miliar yang berujung macet.
"Penahanan karena ada masalah kredit macet di BRI. Seorang Account Officer
dari BRI di Kantor Wilayah Jawa Timur, " kata Kepala Pusat Penerangan
Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad, Kamis, 23 Februari 2012. Kredit diajukan
oleh PT I-One.
Mantan Account Officer tersebut bernama
Hartono. Ia sekarang menjabat staf khusus BRI di Kanwil Jakarta I. Saat
pengucuran kredit itu terjadi, ia merupakan account officer di BRI Kanwil Jawa
Timur. Selain Hartono, Kejaksaan Agung juga menahan Direktur Utama PT I-One,
Setiawan Irwanto.
Kasus ini bermula pada sekitar tahun
2007, PT I-One mengajukan kredit pada BRI senilai Rp 33,5 miliar. Fasilitas
kredit berupa modal kerja dan investasi. Setelah dikucurkan, dalam
pembayarannya kredit tersebut macet. "Uang yang seharusnya dipakai untuk
perusahaan itu dipakai untuk keperluan pribadi," Noor melanjutkan. PT
I-One kemudian tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya untuk membayar fasilitas
kredit yang telah diterima baik kredit pokok maupun bunga.
Hartono ditahan karena tidak melakukan
pengecekan pengajuan kredit dengan benar sesuai tugas dan fungsi yang diemban.
"Dia tidak melakukan pengecekan dan konfirmasi atas data dokumen yang
dilampirkan dalam pengajuan kredit. Ia juga tidak memastikan kebenaran barang
yang dibeli dengan uang itu. Sehingga kredit lolos untuk disetujui," kata
Noor. Sedangkan Setiawan ditahan karena menyalahgunakan kredit yang sedianya
digunakan untuk investasi tersebut untuk keperluan pribadi.
Hartono dan Setiawan Irwanto dijerat
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi pasal 2 dan pasal 3 juncto pasal 55.
Kejagung belum bisa memastikan apakah Hartono mendapatkan fee karena telah
memberikan persetujuan kredit tersebut. Keduanya kini ditahan di rumah tahanan
Kejaksaan Agung.
Penyelidikan atas keduanya telah
dilakukan sejak 18 Januari 2011 dengan surat perintah penyidikan No.
01F2FD.1/01/2011. Surat penahanan untuk Hartono bernomor 02F2/FD1/2012. Surat
perintah penahanan untuk Setiawan bernomor 03F2/FD1/2012 tertanggal 23 Februari
2012.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Pelanggaran dalam etika profesi
dikarenakan profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas tidak terlaksana
dengan baik. Sehingga terjadinya kecurangan, penggelapan, dan penyalahgunaan
akan terjadi dalam profesi apapun dan dimanapun. Oleh karena itu sikap
kejujuran, ketelitian, kepemimpinan, dan tanggung jawab harus dimiliki setiap
individu untuk tidak melakukan pelanggaran etika profesi. Dalam kasus ini
seharusnya hartono melakukan pengecekan pengajuan kredit dengan benar dan
teliti. Selain itu hartono seharusnya melakukan konfirmasi atas data dokumen
yang dilampirkan dalam pengajuan kredit dan juga memastikan kebenaran barang
yang di beli dengan uang itu agar kredit tidak lolos untuk disetujui. Sedangkan
setiawan seharusnya tidak menyalahgunakan kredit yang untuk investasi dipakai sebagai keperluan
pribadi. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa pelanggaran etika
profesi akutansi yang dilanggar oleh akuntan publik, yaitu:
a. Tanggung Jawab Profesi
Account officer tersebut tidak melakukan
tanggung jawab secara profesional dikarenakan tidak menjalankan tugas profesinya
dengan baik dalam hal pengecekan pangajuan kredit untuk perusahaan PT I-One
mengajukan kredit pada BRI senilai Rp 33,5 miliar pada tahun 2007. Sehingga
menyebabkan kepercayaan masyarakat (PT I-One) terhadap account officer Bank BRI
hilang.
b. Kepentingan Publik
Dalam kasus ini account officer tidak
menjalankan kepercayaan publik dikarenakan melakukan kesalahan dalam pengecekan
pengajuan kredit dan konfirmasi atas data dokumen yang dilampirkan dalam
pengajuan kredit PT I-One.
c. Integritas
Account Officer tidak dapat
mempertahankan integritasnya sehingga terjadi menyetujui pengajuan kredit yang
berujung macet.
d. Objektivitas
Account officer tidak menjalankan
prinsip Objektivitas dengan cara melakukan tindak kesalahan dengan tidak melakukan
pengecekan dan konfirmasi dalam pengajuan kredit pada perusahaan PT I-One.
e. Perilaku professional
Account officer berperilaku tidak baik karena tidak melakukan pengecekan dan konfirmasi dengan
benar sesuai dengan tugas yang diberikan sehingga menyebabkan reputasi
profesinya buruk dan dapat mendiskreditkan profesinya.
f. Standar Teknis
Akuntan Publik tidak menjalankan
etika/tugasnya sesuai pada etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP).