Permasalahan Ekonomi Global
Bank Dunia: Ekonomi Global dalam Zona Bahaya Baru
Presiden Bank Dunia
Robert Zoellick menyampaikan, perekonomian dunia sudah berada dalam sebuah zona
berbahaya yang baru. Dengan demikian, Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat harus
membuat keputusan yang besar untuk menghindari terseretnya ekonomi global ke
dalam kondisi yang buruk.
”Jika Eropa, Jepang,
dan Amerika Serikat tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya, bukan hanya mereka
yang akan terseret. Ekonomi global juga akan turut serta,” ujar Robert dalam pidatonya
di George Washington University, seperti yang dikutip Reuters, Rabu
(14/9/2011).
Menurut Robert,
ketiganya telah lama menunda dalam membuat suatu keputusan yang sulit sehingga
mempersempit pilihan yang berakhir dengan beberapa dampak yang buruk.
Terhadap
negara-negara di kawasan Eropa, ia berpendapat, ada sebuah kenyataan yang sulit
terkait dengan tanggung jawab bersama yang harus mereka emban. Sementara Jepang
telah menahan kebutuhan akan reformasi ekonomi dan sosial. Sementara itu,
mengenai AS, Robert melihat adanya perbedaan politik membayangi upaya
pemerintah dalam memotong defisit anggaran. Bahkan China, sebagai negara dengan
kekuatan ekonomi yang sedang tumbuh,
kini terpanggil untuk turut bertanggung jawab atas kondisi dunia. Robert
menyebutkan, China harus bertanggung jawab dalam mengendalikan masalah ekonomi
mereka sendiri. ”Jika kita tidak cepat beraksi dalam kondisi ini, jika kita
tidak beradaptasi, jika kita tidak menemukan taktik politik jangka pendek, atau
sadar akan kekuatan (ekonomi) yang mendatangkan tanggung jawab, kita akan
tenggelam dalam bahaya itu,” tegas Robert.
Timur Tengah, masalah ekonomi global dibicarakan antara kepala PBB dan para
pemimpin dunia
Sekretaris-Jenderal Ban Ki-moon
hari Minggu (18/9) mendiskusikan isu proses perdamaian Timur Tengah dan situasi
ekonomi global dengan beberapa pemimpin dunia yang telah tiba di New York untuk
menghadiri pertemuan tingkat tinggi minggu ini di PBB.
Dalam pertemuan
beliau dengan Sheikh Naser Al-Mohammad Al-Ahmad Al-Sabah, Ban dan Perdana
Menteri Kuwait meninjau perkembangan di kawasan tersebut, termasuk proses
perdamaian Timur Tengah, situasi yang berkembang di Suriah dan hubungan antara
Kuwait dan Irak. Sekretaris-Jenderal juga berterima kasih pada Kuwait atas
perannya dalam memobilisasi dana untuk merespon krisis Tanduk Afrika, dan
beliau menunjukkan apresiasinya atas peningkatan yang signifikan terhadap
kontribusi negara pada Pusat Dana Tanggap Darurat (CERF). Ban menegaskan
panggilannya untuk membebaskan para tahanan politik saat ini di Myanmar selama
pertemuan beliau dengan Menteri Luar Negeri Asia Tenggara, Wunna Maung Lwin.
Beliau juga mengakui perkembangan terakhir di negara tersebut dan mendorong
Pemerintah meningkatkan upaya reformasi untuk membawa transisi inklusif. Ban
dan Menteri Luar Negeri Yunani, Stavros Lambrinidis, membahas perundingan yang
didukung PBB dalam mempersatukan kembali Siprus, dan status negosiasi yang
difasilitasi oleh badan dunia antara Athena dan Skopje untuk menyelesaikan
sengketa panjang yang berjalan lebih lama dari nama resmi Republik Makedonia
Yugoslavia. Persiapan untuk pemilihan senator mendatang di Republic Kongo,
situasi pengungsi dan perdamaian lainnya dan perkembangan keamanan di
sub-wilayah Afrika Tengah antara isu-isu yang dibahas dalam pertemuan antara
Sekretaris-Jenderal dan Menteri Luar Negeri negara itu, Basile Ikouebe. Ban
juga bertemu dengan Duta Besar Irwin LaRocque, Sekretaris-Jenderal Masyarakat
Karibia (CARICOM), dimana beliau membahas isu-isu yang menarik bagi kawasan
Karibia, seperti perubahan iklim, serta kerjasama antara Sekretariat CARICOM
dan sistem PBB. Lebih dari 120 kepala Negara dan pemerintah dijadwalkan untuk
menghadiri sesi ke-66 Majelis Umum minggu ini, selama serangkaian pertemuan
tingkat tinggi mengenai isu-isu mulai dari penyakit tidak menular dan gizi
sampai keselamatan nuklir dan desertifikasi juga akan digelar.
G7 Cari ‘Jalan Keluar’ Masalah Ekonomi Global
Kelompok negara maju
G7 yang terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, Italia
dan Inggris, mengkhawatirkan risiko pertumbuhan global yang mengarah ke mimpi
buruk. Karena itu, mereka sepakat untuk menjaga kebijakan moneter, konsolidasi
fiskal di negara-negara yang memungkinkan pelaksanaan reformasi struktural. Menteri
keuangan dan gubernur bank sentral di tujuh negara tersebut sempat bertemu di
pelabuhan Marseilles, Prancis, untuk mambahas tindakan yang ahrus dilakukan
untuk menopang ekonomi global yang melambat. “Isu utama adalah perlambatan
ekonomi global dan cara terbaik untuk mengatasi hal tersebut,” ujar ‘pihak
internal’ yang tidak disebutkan namanya oleh Reuters. Pihak G7 juga
mengindikasikan ekonomi global telah memasuki periode paling kacau sejak
ambruknya Lehman Brothers.
Selain itu, G7 juga
menuoroti risiko resesi, termasuk dalam lingkup teknis, yang dipandang dari
‘kontraksi’ di dua kuartal berturut-turut. Peristiwa itu terjadi karena faktor temporer
seperti harga minyak tinggi dan diperparah dengan krisis utang maupun
ketidakpastian ekonomi akibat perdebatan batas utang AS. Ini menjadi pukulan
besar bagi kepercayaan diri AS, ujar sumber yang dikutip oleh Reuters. “Akan
ada indikasi bahwa kebijakan moneter tetap akomodatif dan terciptanya
konsolidasi diskal. Namun, di beberapa negara yang pertumbuhan ekonominya
berjalan lambat, kebijakan itu untuk jangka pendek. ”Diskusi kebijakan moneter
yang akomodatif mencakup isu-isu seperti pelonggaran kuantitatif. Sayangnya,
tidak ada informasi yang dikeluarkan secara resmi oleh pihak G7. Meskipun,
dikabarkan konsolidasi fiskal untuk tahun 2013, 2014 dan 2015. Di sisi lain,
Italia diperkirakan menghadapi tekanan untuk melaksanakan reformasi struktural
untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Mereka harus mengurangi
kekhawtiran pasar dan membayar utang publik sebesar 120% dari PDB.
Krisis utang di zona
euro juga akan menjadi topik panas di G7 karena menjadi alasan utama penurunan
kepercayaan investor. Meskipun sebenarnya, hampir tidak mungkin negara-negara
di zona euro dapat ditekan untuk melakukan lebih dari kesepakatan yang sudah
ada. “Suasana saat ini bukanlah saat yang tepat untuk saling menyalahkan.
Namun, kami mencari tahu apa yang bisa kami lakukan bersama terhadap isu yang
semakin lama semakin rumit. ”G7 juga menekankan keberadaan ‘rotasi pertumbuhan’
yang berarti, saat pertumbuhan ekonomi negara maju melambat, maka negara
berkembang seperti Cina dan negara di kawasan Asia lainnya dapat ‘mengambil alih’
posisi pemegang kekuasaan ekonomi dunia. Dalam konteks ini, G7 mungkin meminta
pelaku ekonomi dengan nilai transaksi surplus untuk meningkatkan permintaan
domestik dan memungkinkan perubahan nilai tukar.
Sarkozy-Hu Jintao Bicarakan Masalah Ekonomi
Global
Paris, (Analisa).
Presiden Prancis Nicolas Sarkozy menurut rencana mengadakan pertemuan dengan
rekannya dari China, Hu Jintao, dalam perjalanannya menuju New Caledonia,
Kamis, guna membicarakan keadaan ekonomi global di tengah bertambahnya
kekhawatiran investor terhadap krisis hutang zona euro dan melambannya
pertumbuhan global. Sarkozy yang memulai kunjungan tiga harinya di New
Caledonia, salah satu wilayahnya di luar negeri, Jum’at, mempercepat
keberangkatannya satu hari untuk mengadakan pembicaraan dengan Presiden China Hu
Jintao di Beijing. Jurubicara kepresidenan Prancis mengatakan, kunjungan itu
sudah direncanakan sejak sebulan lalu dalam menanggapi perkembangan terakhir
pasar keuangan, dan semakin penting artinya setelah dalam dua pekan terakhir
nampak tanda-tanda melemahnya pertumbuhan di AS dan Eropa, di samping
bertambahnya kekhawatiran terhadap berkepanjangannya krisis hutang
negara-negara maju, terutama di zona euro.
"Kunjungan itu
tidak semata-mata sebagai reaksi terhadap perkembangan terakhir pasar, walau
kondisi keuangan internasional juga akan dibicarakan," kata jurubicara
tadi yang menambahkan, Sarkozy dan Hu Jintao juga akan memfokuskan pembicaraan
kepada persiapan pertemuan berikutnya para menteri keuangan negara industri
maju dan baru bangkit yang tergabung di dalam Grup 20 (G-20) yang akan
berlangsung di sela pertemuan tahunan IMF di Washington 23 sampai 25 September
2011 nanti.
Sarkozy yang kini
menjabat ketua G-20 dan G-7 negara industri maju selama setahun hingga awal
Nopember mendatang telah mengkhususkan China pada awal masa jabatannya sebagai
mitra utama bagi perundingan G-20.Seminar Reformasi Sistem Moneter Intern’l di
Nanjing.
Sarkozy berusaha
keras membawa China ke meja perundingan dan membuat mata uangnya (China)
terapresiasi lebih cepat demi membantu menunjang pertumbuhan global yang jauh
lebih berimbang. Sebagai peserta perundingan G-20, China menyelenggarakan
seminar tentang reformasi sistem moneter internasional di Nanjing bulan Maret
lalu, yang mengisyaratkan bahwa China siap membicarakan isu nilai tukar kurs
mata uangnya meskipun secara tidak langsung -- sesuatu yang sangat enggan
dilakukannya bahkan hingga sekarang. Kunjungan Sarkozy ke China dilakukan di
tengah kecaman pedas China terhadap negara-negara zona euro terkait keadaan
keuangan publik mereka. Negara-negara di zona euro perlu mereformasi sistem
ekonomi blok tersebut dan menunjukkan sikap bertanggung-jawab terhadap
kestabilan ekonomi global dan pasar keuangan, kata seorang ekonom dan mantan
pejabat bank sentral Senin.
Sementara itu, Bank
Pembangunan Asia (ADB) mengatakan Selasa, Asia yang sedang berkembang perlu
menciptakan lapangan kerja yang jauh lebih berkualitas jika kawasan itu ingin
mempertahankan ekspansi ekonominya yang pesat selama dua dasawarsa terakhir.
"Asia melampaui
kawasan lain di dalam pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja sejak
1990," kata Kepala Ekonom ADB Changyong Rhee di Singapura. Akan tetapi,
"Asia masih tetap menjadi pangkalan sebagian besar rakyat miskin
dunia," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar