Permasalahan Ekonomi Syariah
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi
syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme,
maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena
Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan
melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam
merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
Perbedaan ekonomi syariah dengan
ekonomi konvensional
Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi
konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya.
Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen
provitnya, yaitu sistem bagi hasil. Sistem ekonomi syariah sangat berbeda
dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula
berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang
dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan
hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem, ekonomi
Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak
boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan
bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan
serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.
Ciri khas ekonomi syariah
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur’an, dan hanya prinsip-prinsip
yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur’an dan
Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim
berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit
tentang sistem ekonomi. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas,
ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara
lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil
(khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua
(kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah
kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat
mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti “kelebihan”. Dalam Al
Qur’an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan
(mengambil) riba. Riba itu ada dua macam : nasiah dan fadhi. Riba nasiah ialah
pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhi ialah
penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak
jumlahnya karena orang yang menukarkan mensy
Tiga Masalah Fundamental Praktik
Hukum Ekonomi Syariah
Permasalahan praktik ekonomi syariah di Indonesia, khususnya berkenaan
dengan sisi hukumnya, dibedah dalam Dialog Stakeholder Ekonomi Syariah, di
Ruang Pertemuan Ditjen Badilag, lantai enam Gedung Sekretariat Mahkamah Agung,
Jumat (28/1/2011). Para stakeholder yang terlibat dalam dialog itu berasal dari
Bank Indonesia, Bank Muamalat, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli
Ekonomi Syariah (IAEI), Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), notaris,
pengacara dan akademisi. Dari Mahkamah Agung, hadir dua orang Hakim Agung dan
Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Agama Ditjen Badilag. Hadir
pula beberapa Ketua Pengadilan Tinggi Agama, Ketua Pengadilan Agama dan
sejumlah hakim. Dalam dialog yang diprakrarsai Himpunan Ilmuwan dan Sarjana
Syariah (HISSI) itu, tiga masalah fundemantal dalam praktik ekonomi syariah
mulai terpetakan. Selaku pemandu dialog, Hakim Agung Prof Abdul Ghani Abdullah
menyatakan, masalah pertama ialah formulasi akad. Di lapangan, bank dan lembaga
keuangan syariah belum memiliki format akad yang baku. Dalam praktiknya, banyak
bank syariah yang tidak konsisten menerapkan perikatan syariah. “Yang paling
sering terjadi, awalnya akad murabahah, lalu berubah menjadi akad biasa, baik
jual beli maupun hutang,” kata Prof Ghani. Menurut Prof Ghani, biasanya pihak
bank tidak mau peduli pada persoalan mendasar ini. Di sisi lain, masyarakat
selaku nasabah juga tidak tahu-menahu atau tidak mau ambil pusing. Padahal,
dari sisi hukum, hal ini memiliki konsekwensi yang serius. “Jadi, realitas
yuridis, akad muamalah tapi realitas empiris, bukan muamalah,” Prof Ghani
menerangkan. Permasalahan kedua ialah masih belum ada kejelasan mengenai
pembuatan akad syariah: apakah harus notariil ataukah hanya seperti perjanjian
dalam asuransi antara penanggung dan tertanggung. “Perlu ada standarisasi
formula akad, sehingga secara notariil dapat terumuskan dengan baik,” tandas
Prof Ghani. Selain itu, notaris yang dilibatkan dalam penandatanganan akad itu
haruslah notaris yang memahami akad-akad syariah. Masalah ketiga ialah mengenai
penyelesaian sengketa. Saat ini terdapat banyak pilihan untuk menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah. Secara garis besar, pilihan itu terpilah menjadi dua,
yaitu jalur non-litigasi dan jalur litigasi. Jalur non-litigasi tidak hanya
Badan Arbitrase Syariah (Basyarnas), tapi juga dapat melalui alternatif lain di
luar pengadilan. Sedangkan jalur litigasi dapat ditempuh melalui peradilan
agama dan peradilan umum. Dalam klausul penyelesaian sengketa, kenyataannya
pihak bank lebih cenderung menyatakan bahwa apabila terjadi sengketa maka tidak
diselesaikan di pengadilan agama. “Yang harus dimengerti, pengadilan agama
tidak cari-cari perkara ekonomi syariah, tapi diberi kewenangan oleh
Undang-Undang,” kata Prof Ghani. Undang-Undang tersebut ialah UU 3/2006 dan UU
50/2009.
Tukar
pikiran
Soal pergeseran akad syariah dalam praktik perbankan syariah ditanggapi
Ketua Umum HISSI, Prof Amin Suma. “Pengertian murabahah memang bergeser dari
Fiqh, alasannya demi kemaslahatan. Kalau tidak begitu, maka akan ada double tax
(pajak ganda). Itu legal karena sudah menjadi keputusan DSN MUI,” ujarnya. Meski
demikian, bagi Prof Ghani, soal pajak tidak lantas bisa dijadikan alasan
menggeser akad. “Dari segi yuridis, bila terjadi perubahan akad, harus ada
wakalah (pemberian kuasa) dari nasabah kepada pihak bank,” tandasnya. Mewakili
Bank Muamalat, Delyuzar Syamsi menepis dugaan Prof Ghani. “Tidak semua bank
syariah begitu. Kami di Bank Muamalat, selalu memakai wakalah bila ada
pergeseran akad. Memang kesannya ribet, tapi kami tidak mau akal-akalan,”
tuturnya. Mengenai akad yang harus notariil, Syaifuddin sependapat dengan Prof
Ghani. “Jadikanlah notaris terlibat. Kalau akad syariah, tegaskan bahwa harus
menggunakan jasa notaries syariah,” kata notaris yang aktif di HISSI ini. Ketua
MES, Prof Veithzal Rivai, punya penjelasan tersendiri mengapa bank-bank syariah
cenderung enggan berperkara di pengadilan. “Bank takut ke pengadilan karena di-publish
di media. Kecil, tapi dampaknya besar,” ungkapnya. Mulya E Siregar, dari
Direktorat Perbankan Syariah BI, menyatakan bahwa dari sudut pandang pihak bank
syariah, banyaknya pilihan penyelesaian sengketa sebenarnya memiliki sisi
positif. “Mana yang terbaik, itulah yang diambil teman-teman perbankan
syariah,” ujarnya. Sementara itu, pakar ekonomi syariah Adiwarman Karim
menawarkan jalan keluar supaya penyelesaian sengketa ekonomi syariah
diselesaikan peradilan agama. “Perlu mendekati para praktisi, bahwa bersengketa
di PA itu tidak menakutkan. Kita buat sosialisasi, workshop, supaya mereka
merasa nyaman,” ujarnya. Di samping itu, menurut Adiwarman Karim, perlu lebih
banyak notaris dan lawyer yang mengerti ekonomi syariah. Berdasarkan
pengalamannya sebagai Dewan Pengawas Syariah di Bank HSBC, salah satu yang
membuat kalangan perbankan syariah takut berperkara di PA ialah karena mereka
tidak memiliki lawyer yang betul-betul mengerti persoalan perbankan syariah.
Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua,SAYA IBU SUKMAWATI Sengaja ingin menulis
BalasHapussedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
2M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
dengan AKI_SAKTI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 1 MINGGU
saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi AKI_SAKTI
kata BELIAU pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
penarikan uang gaib 7Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 7M yang saya
minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
sering menyarankan untuk menghubungi AKI_SAKTI DI NOMOR 085_242_421_477
agar di berikan arahan. jika ingin seperti saya coba hubungi AKI_SAKTI pasti akan di bantu Oleh Beliau